Wednesday, August 21, 2013

Tuhan, bangunkan aku pagi ini


“Aduh aku harus bagaimana. Apa aku tidak usah tidur saja”, kataku dalam hati.
“Aku takut besok pagi ngga bisa bangun pagi, 03.00 WIB. Guiiillaa…aku harus bangun jam 03.00 WIB”
“Aku tidak membawa weker atau sejenisnya. Sial, mengapa aku tidak membawa weker??!!, umpatku dalam hati setelah melihat jadwal harian “horarium” di Pertapaan Rawaseneng ini. Oh ya, ini adalah malam pertamaku. Malam pertama tidur di Pertapaan Rawaseneng. Rasanya masih aneh. Rasanya masih asing. Maklum, untuk pertama kali inilah aku tinggal di pertapaan kendati sebelumnya (dulu) pernah dolan ke pertapaan ini, tidak menginap.


Terus terang perasaanku kurang nyaman, tidak tenang. Aku ragu apakah aku bisa bangun tanpa menggunakan alat bantu,  weker. Selama ini aku terbiasa dibantu dengan adanya bel. Di Seminari Tinggi St. Paulus hampir setiap hari ada bel. Mulai dari bangun pagi hingga malam sebelum ibadat penutup. Bel menjadi sarana bantu bagi para frater membangun dinamika bersama (konteks berkomunitas), membantu seseorang untuk hidup disiplin dan lain sebagainya. Kini aku harus membangun kebiasaan baru tanpa bel. Meskipun di pertapaan ini ada lonceng yang dibunyikan setiap harinya. Suaranya sangat lirih, dan aku tidak mendengarnya dengan jelas.
Kegelisahanku sebenarnya keraguan yang terlalu sederhana. Mengapa? Sebab dalam hidup harianpun aku bisa hidup tanpa bel. Aku sudah biasa bangun pagi sebelum bel dibunyikan, aku biasa melakukan kegiatan sesuai dengan waktunya tanpa ada bel. Tetapi mengapa saat ada di pertapaan ini aku menjadi ragu?  Alasan rasionalku adalah inilah untuk pertama kalinya aku harus bangun jam 03.00 pagi, dan aku merasa sangat lelah setelah menempuh perjalanan dari Jogja – Rawaseneng. 

Tuhan, tolong bangunkan aku
Sesudah ibadat malam (completorium), aku merebahkan diri di atas tempat tidur. Sebelum akhirnya mataku terpejam, aku berkata dalam hati, “Tuhan, bangunkan aku besok pagi. Bangunkan aku jam 14.30. Bangunkan aku ya Tuhan”. Doa ini kuulangi sampai beberapa kali sampai akhirnya aku tertidur.
Esok harinya, aku telah terjaga sebelum waktu yang kumohonkan kepadaNya. Ia membangunkanku lebih awal.
“Terimakasih Tuhan, Engkau membangunkanku pagi ini.”



No comments:

Post a Comment