“Frater, sebentar lagi menjadi romo-kan. Pokoké dadi romo ki gampang, frater. Sing penting isa nyenengké umaté dan melayani dengan baik. Umaté wis seneng”. Demikian seorang ibu berpesan padaku dalam suatu perbincangan singkat saat itu.
“Bener frater. Umat juga membutuhkan imam yang membawa damai”, lanjut yang lainnya.
Aku mendengarkan pesan-pesan itu dengan seksama. Aku mengangguk dan mengiyakan apa yang mereka katakan.
Ada berderet-deret harapan umat terhadap para imamnya. Ada beribu-ribu doa dipersembahkan untuk kesetiaan para imamnya, dan ada sekian jiwa yang membutuhkan penggembalaan bijaksana dari para imamnya. Mereka begitu menaruh cinta dan kasihnya kepada para gembalanya. Saking cintanya mereka tidak pernah membiarkan imamnya berkekurangan. Mereka memberikan tempat yang nyaman, makanan berlimpah, fasilitas yang mendukung pastoral, doa dan perhatian yang tidak pernah mandeg, dan lain sebagainya. Sebaliknya, jika ada seorang imam yang kurang ngimami, atau mundur dari imamatnya, tidak jarang mereka menjadi kecewa.
Imam
dipanggil untuk mencinta
Surat
Cardinal Dario Castrillon Hoyos, Prefek Kongregasi untuk para klerus berkaitan
dengan Hari Doa Sedunia bagi Pengudusan para Imam, 18 Juni 2004 yang berisi
mengenai pokok-pokok refleksi mengenai imamat. Surat ini ditempatkan dalam konteks
Ensiklik Ecclesia de Eucharistia Yohanes Paulus II mengenai “Ekaristi adalah
sumber kekudusan untuk pelayanan imamat”.
Dalam surat itu, Kardinal membuka
dengan ajakan untuk merenungkan rahmat pelayanan imamat para imam, yang
dinyatakan melalui kepedulian pastoral terhadap seluruh umat beriman dan
seluruh umat manusia dan secara khusus bagi kebutuhan umat Allah yang dipercayakan.
Ketika saya membaca surat itu,
hati saya bergetar dan bergumam, “Sungguh mengagumkan”. Bagaimana hidup para
imam sungguh mempunyai peran penting dalam kehidupan Gereja, apalagi bagi
kehidupan iman para umat yang digembalakannya. Imam adalah garda depan. Imam
adalah pemimpin rohani umat. Imam adalah teladan rohani bagi umat yang
dilayaninya. Untuk memenuhi semua itu, hidup imam sendiri harus mengalir dari
sumberNya, yakni Tritunggal Kudus, dan seluruh hidup pelayanannya menuju
kepadaNya. Artinya berkat
rahmat dan materai tak terhapuskan dari Roh Kudus dalam tahbisan, imam berada
dalam relasi dengan Trinitas yang adalah sumber keberadaan dan karya imam. Imam
adalah orang yang dipilih, ditahbiskan, dan diutus oleh Bapa, Putra dan Roh
Kudus secara khas, untuk melaksanakan karyaNya sebagai Kepala dan Gembala umat
(PDV 12). Inilah jati diri seorang imam. Jati
diri yang senantiasa dihidupi sebagai kekuatan dan ispirasi dalam melayani
umat.
dok.santoantonius.blogspot |
Imam dipanggil untuk terus
mencintai hidup imamatnya, serta karya pastoral yang digembalakan kepadanya.
Demikian kehadiran imam di tengah umat memberi pengharapan dan peneguhan bagi
iman umat. Imam mengantar dan membimbing umat dalam suatu perjumpaan personal
dengan Tuhan. Imam ngopeni umatnya
yang tersingkirkan, imam menghadirkan keselamatan Kristus bagi umatnya. Untuk
itu, imam dipanggil untuk mencinta tidak hanya berdimensi personal tetapi
menyangkut reksa pastoral yang dijalankannya, yakni keselamatan jiwa-jiwa.
Imam adalah bagian dari umat.
Imam diambil dari umat, berjuang bersama umat, dan untuk umat. Ungkapan yang
biasa kami gunakan, sebagai imam diosesan Keuskupan Purwokerto, “Imam praja kuwi laire sekang umat, gole
berjuang karo umat, gedhene bareng umat”. Kesadaran akan eksistensi
imamatnya yang bersumber pada Tritunggal Kudus mengundang seorang imam untuk
mencintai panggilan secara personal sekaligus diundang untuk mencintai karya
imamatnya dalam melayani umat yang dipercayakan kepadanya.
Imam
Adalah Pembawa Hidup Kristus
Dasar
pelayanan imam di tengah umat adalah kesadaran akan panggilannya mencintai
Kristus. Cintanya kepada Kristus terwujud dalam pelayanannya di tengah umat.
Oleh karena itu, imam adalah pembawa hidup Kristus. Kristus yang ia cintai dan
ia hadirkan untuk orang lain. Rasanya cukup sederhana apa yang menjadi harapan
umat bahwa, “kami membutuhkan imam yang membawa damai”.
Apabila kita tengok bagaimana
kehidupan umat. Ada sekian persoalan yang dihadapi oleh umat, mulai dari
persoalan pribadi, rumah tangga, perkawinan, pekerjaan bahkan kematian. Di
tengah pergulatan mereka di dunia, mereka membutuhkan oase yang menyegarkan
hidup rohani mereka. Terkadang mereka menjadi letih dengan hidup keduniawian
mereka, terkadang mereka menjadi jenuh dengan persoalan dunia yang ada. Dan
imam adalah tempat jujugan mereka
dalam menimba kesegaran rohani. Paus Yohanes Paulus II mengatakan, “Imam adalah
bagaikan air yang mengalir di tanah berbatu karang dan kering kerontang, yang
membuatnya subur. Dengan kedatangan Kristus, sejarah dunia telah berhenti
menjadi tanah kering, seperti nampak sebelum inkarnasi”.
Oleh karena itu, imam adalah
pembawa hidup Kristus, bukan membawa dirinya sendiri. Imam yang dipanggil untuk
mencinta, diutus pula untuk menghadirkan Kristus di tengah dunia yang kering
dan tandus. Melalui semangat inilah, niscaya hidup imam sungguh mampu membawa
damai bagi umat yang dilayaninya. Melalui kesetiaannya pada Kristus, semakin
banyak orang mengalami keselamatan Allah, dan berkat Kristus yang hadir semakin
banyak orang terselamatkan.
<
No comments:
Post a Comment