Setiap
tujuh belasan, desa kami selalu meriah dengan lomba-lomba. Siapapun boleh
mengikuti lomba itu. Ada lomba balap karung, makan kerupuk, sepakbola, panjat
pinang dan lain sebagainya. Semua masyarakat kumpul jadi satu di lapangan ini.
Tidak miskin, tidak kaya, tidak agama ini- tidak agama itu. Semua merayakan
peristiwa yang sama. Semua merayakan kebersamaan sebagai satu bangsa.
Indahnya
kebersamaan di dalam perbedaan. Damainya hati bila setiap insan mampu saling
menghargai. Perbedaan bukan alasan untuk tidak adanya kebersamaan. Perbedaan
bukan alasan menghindari adanya ikatan batin yang sama. Perbedaan justru
memberi warna indah dalam kehidupan. Perbedaan yang ditempatkan secara indah akan menciptakan harmoni.
Indonesia
memiliki kekayaan pluralitas tinggi. Kita bisa menemukan aneka perbedaan dalam
setiap suku, baik bahasa, budaya, tradisi, warna kulit hitam-putih maupun sawo
matang, dan agama. Dalam keagamaan, kita mengenal beberapa agama besar yang
berkembang pesat di Indonesia.
Agama-agama
itu berkembang sesuai dengan dinamika rohani masyarakat Indonesia. Mereka
berkembang dengan cara dan ajaran masing-masing tanpa maksud meminggirkan satu
sama lain. Tidak heran apabila asas Bhinneka
Tunggal Ika harus senantiasa kita jaga semangatnya. Agar harmoni, kesatuan
di tengah pluralitas, tetap hidup.
Salah
satu sikap penting dalam membangun harmoni serta kesatuan di tengah pluralitas
adalah dengan membangun komunikasi yang terbuka serta semangat saling
menghargai satu sama lain. Pertama, komunikasi
berarti menciptakan suatu dialog dengan orang lain. Komunikasi dapat terjadi
apabila ada pihak yang dengan rendah hati
mengkomunikasikan dirinya serta ada pihak yang secara terbuka menerimanya.
Mengutip apa yang dikatakan
Jűrgen Habermas, pencetus “teori
tindakan komunikatif”, bahwa tindakan manusia yang paling dasariah adalah
tindakan komunikatif di mana manusia mengungkapkan pendapatnya untuk mencapai kesalingpahaman bersama orang lain.
Tindakan komunikatif dengan sendirinya telah ada dalam sikap, tindakan kita
berbicara kepada orang lain. Maka, seseorang dapat dinilai dari
keindahan-kesahihan bahasa yang digunakannya. Habermas melihat bahwa dalam
komunikasi seseorang menyampaikan ide, gagasan melalui bahasa yang setidaknya
mencakup kejelasan, kebenaran, kejujuran dan ketepatan. Habermas lahir 18 Juni
1929, di Dűsseldorf, Jerman di dalam lingkungan keluarga borjuis Protestan.
Komunikasi dapat
berlangsung dengan baik apabila komunikator mampu menyampaikan idenya dengan
jelas, benar, jujur, dan tepat. Jelas
artinya dapat ditangkap dengan baik oleh lawan bicaranya. Benar artinya ide dan gagasan disampaikan dengan sungguh-sungguh. Jujur artinya mengungkapkan kebenaran
yang senyatanya. Dan Tepat, jika ide
dan gagasan dalam suatu komunikasi disampaikan dengan aturan-aturan yang benar.
Di tengah pluralitas
rasanya penting untuk menciptakan komunikasi jelas, benar, jujur, dan tepat.
Salah satu sikap mengembangkan komunikasi di tengah pluralitas adalah
melestarikan budaya dialog antarumat beragama.
Pertama,
dialog berarti menciptakan sikap yang dibangun dengan memberikan penghormatan
terhadap pihak lain, pengakuan nilai-nilai yang ada pada pihak lain, mencari
“kebenaran” melalui pengalaman perjumpaan dengan pihak lain yang memperkaya dan
menyuburkan, serta bersedia bekerjasama dengan pihak lain. Kita bisa menemukan
beberapa bentuk dialog yang bisa dikembangkan dalam masyarakat yang plural
seperti dialog iman, dialog karya, dan
dialog kehidupan.
Dialog
iman mengundang kita untuk
berbagi/sharing iman. Iman sebagai buah perjumpaan personal dengan Tuhan di
mana buahnya dibagikan tanpa maksud mengajar, mengajak dan lain sebagainya.
Dialog iman lebih pada tataran sharing iman yang meneguhkan antar pemeluk keyakinan
yang berbeda. Dialog karya, membangun
suatu kerjasama yang baik dalam masyarakat. Misalnya kerja bakti, membangun
Masjid, Gereja, Wihara yang mengarah pada suatu penghargaan satu sama lain. Dialog kehidupan, membangun relasi
terbuka dengan siapapun, menciptakan suasana kondusif dalam kebersamaan di
tengah masyarakat plural, semangat sosial dan mau berbagi dengan siapapun.
Kedua,
membangun sikap saling menghargai perbedaan. Harmoni di tengah
perbedaan/pluralitas terjadi bila setiap pemeluk memiliki sikap saling
menghargai secara tulus. Menghargai berarti menerima dan menghormati kekayaan,
keunikan yang dimiliki oleh orang/kelompok lain. Mengapa perpecahan terjadi?
Perpecahan terjadi karena kita tidak mengembangkan semangat (sikap) saling
menghargai. Padahal perbedaan itu indah.
Dengan demikian tidak
terlalu muluk bila ada secercah
harapan akan “indahnya harmoni” di tengah perbedaan. Tuhan telah menciptakan
suatu harmoni kehidupan. Kita tinggal menyelaraskan dan melestarikan harmoni
itu agar sesuai dengan kehendak Tuhan yang sungguh nyata berkarya di dalam
keanekaragaman ciptaan di dunia.
No comments:
Post a Comment