say only that prayer is the gateway of the immense favours the Lord has granted me -Theresia Avilla-
Sejak saat itu aku berdoa
Guliran manik-manik rosario mengalir ritmis di tangannya yang halus. Posisi duduknya terkadang bersila di atas kursi panjang. Matanya terpejam dengan tenang. Ia tekun mengunjungi Bunda Maria yang memangku Putranya (Pieta), dengan tiga lilin menyala. Apa yang ia lakukan di sana? Berdoa.
Hampir setiap hari ia berada di situ selama setengah sampai satu jam untuk berdoa. Ia sangat percaya dengan kekuatan doa. Pada suatu ketika dia bercerita, “Aku pernah mengalami peristiwa hidup yang sangat berat. Seluruh hati, budi, dan pikirku tak pernah merasa damai dengan persoalan yang aku alami. Aku berontak pada Tuhan, Mengapa kisah sedih ini menimpa diriku?” demikian ia mengawali kisahnya sembari meneteskan air mata.
Ia melanjutkan kisahnya, “Hingga pada suatu hari aku bertemu seorang pendoa. Ia menegurku melalui sapaan kasih yang membuatku terhenyak dan terjaga dari tidur panjang kesedihanku. Ia mengatakan, “Untuk apa berkutat dengan kesedihan. Berdoalah, mintalah kekuatan padaNya, serahkan semua beban berat itu kepadaNya”. Sejak saat itu, setiap kali ada persoalan ataupun tidak, aku selalu lari kepada Tuhan. Aku mohon kekuatanNya. Doa adalah caraku berkomunikasi denganNya. Aku meluangkan waktu setiap hari, aku berdoa padaNya, melalui devosi Bunda Maria (Rosario) dan Bapa kami. Dengan berdoa, aku menimba kekuatan dariNya. Dengan berdoa aku dikuatkanNya. Melalui doa, aku menyerahkan hidupku padaNya.
Mengapa Kita Berdoa?
Pertanyaan
yang sederhana namun tidak selalu sederhana menjawabnya, “Mengapa kita
berdoa?”. Acapkali kita tidak mempunyai alasan tepat mengapa berdoa. Secara spontan biasanya kita menjawab: berdoa karena ada kebutuhan, berdoa sekedar ungkapan
perasaan (isi hati), atau berdoa menjadi
suatu keharusan. Herannya, kita tidak hanya dibingungkan tentang mengapa kita
berdoa, melainkan apa tujuan kita berdoa pun kerapkali ambigu?
Alhasil, berdoa sekedar formalitas, berdoa sekedar mendaraskan mantra yang
tidak berarti apa-apa.
Berdoa adalah aktivitas personal berkomunikasi
dengan Tuhan. Aktivitas personal ini membutuhkan ruang dan suasana yang
kondusif agar komunikasi personal dapat berlangsung baik. Selebihnya, berdoa
dapat dikatakan bersifat sosial bila doa ditempatkan dalam konteks hidup
bersama (komunitas) seperti terlihat dalam gerakan kelompok-kelompok doa yang
berkembang dalam gereja.
Pendidikan doa idealnya bertumbuh sejak ada dalam keluarga.
Bagaimana orangtua mendidik dan mengajari anak berdoa sesuai dengan
imannya. Pendidikan dan
pendampingan iman anak merupakan kewajiban orangtua kristiani. Ingatlah janji
perkawinan yang telah diucapkan.
Dalam janji itu, pasangan menyatakan janjinya untuk mendidik anak-anak mereka
secara kristiani. Salah satu bentuk pendidikan dan pendampingan orangtua
terhadap anak adalah pendampingan hidup rohani anak. Setidaknya orangtua
mengenalkan iman kristiani kepada
anak-anak, misalnya hidup doa, hidup beribadat, ajaran gereja, dan lain
sebagainya. Keluarga
adalah Gereja Kecil di mana pendidikan anak
berlangsung di dalamnya. Ada sebuah kisah
yang pernah kualami. Dalam suatu misa, seorang ibu bersama
dengan anaknya -masih kecil- mengikuti misa minggu. Ibu itu menggandeng dan
menempatkan anaknya tepat di sampingnya. Ia membimbing
anaknya membuat tanda salib, mengingatkan anaknya untuk tidak ramai di dalam gereja, dan
mengajarinya berdoa.
Ada banyak motivasi seseorang berdoa. Saya
merenungkan beberapa motivasi ini. Pertama,
berdoa karena kebutuhan. Seseorang berdoa sejauh ada intensi /ujub. Entah ujub pekerjaan,
pacar, kekayaan, lulus ujian, dll. Kedua,
berdoa karena keharusan. Seseorang berdoa karena terikat dengan
aturan-aturan tertentu. Berdoa belum menjadi suatu kesadaran personal. Misalnya
: ada pertanyaan “Mengapa kamu pergi ke gereja dan berdoa di sana?”. Jawab, “Ya karena saya katolik
maka saya berdoa di gereja, atau saya takut berdosa, takut dimarahi romo, dll”.
Ketiga, berdoa karena kerinduan. Kerinduan
yang dimaksud adalah semacam suasana dan ruang personal, dimana seseorang
menemukan kepuasan rohani yang mendalam saat berkomunikasi dengan Tuhan. Berdoa menjadi jalan komunikasi
batin dengan Tuhan. Seseorang rela mengosongkan diri dan membiarkan dirinya
diisi oleh Tuhan.
Bagi orang-orang pragmatis bisa muncul pertanyaan, “Apa
keuntungan berdoa?”.
Mungkin kita tidak akan langsung merasakan buah dari doa. Doa bukanlah medan
pemuas kebutuhan atau
keharusan untuk mendapat
sanjungan dan pujian dari orang lain. Buah-buah doa kerap dirumuskan dalam
suasana batin yang damai, tentra, perasaan hati yang diteguhkan, tenang dan
lain sebagainya.
Saya mengutip Cathecese
Traedende yang mengatakan berdoa merupakan suatu kehidupan dari hidup yang
baru. Kehidupan baru itu harus mewarnai hidup kita setiap saat (lih. CT. 2697).
Selain itu kita juga diajak untuk tekun berdoa, “Some are daily, such as morning and evening prayer, grace before and
after meals, the Liturgy of the Hours. Sundays, centered on the Eucharist, are
kept holy primarily by prayer. The cycle of the liturgical year and its great
feasts are also basic rhythms of the Christian's life of prayer (CT. 2698).
The
Lord leads all persons by paths and in ways pleasing to him, and each believer
responds according to his heart's resolve and the personal expressions of his
prayer. However, Christian Tradition has retained three major expressions of
prayer: vocal meditative, and contemplative. They have one basic trait in
common: composure of heart. This vigilance in keeping the Word and dwelling in
the presence of God makes these three expressions intense times in the life of
prayer (CT. 2699).
Melalui doa kita digerakkan mengikuti
peziarahan iman kita menuju kepadaNya. Kita diundang menjadi dekat dengan Yesus
yang selalu mengajari kita berdoa kepada Bapa.
Berdoa adalah menciptakan
kesatuan
antara diri dengan Allah dan Sesama
Bagaimana
kita, sebagai orang Kristiani, memberikan kesaksian Injili serta mewartakannya
kepada semakin banyak orang? Apakah kita mampu melakukan tugas semacam itu?.
Tentu jelas jawabnya bahwa kita akan diteguhkan dalam melakukan tuags-tugas
itu. Dengan catatan kecil, kita tetap setia bertekun menimba dan menggali
semangat dari Yesus. Kita menumbuhkan suatu harmoni yang selaras dengan
semangat Yesus sendiri dalam memberikan kesaksian dalam hidup sehari-hari.
Kita berkarya sebagaimana Allah berkarya dalam
kehidupan manusia. Pertanyaan dasar mengapa kita berdoa kiranya dapat
diteguhkan melalui kesaksian Santa Theresia Avilla yang menemukan pengalaman
doanya sebagai suatu jalan penting menemukan kekuatan rahmat Allah dalam
hidupnya. Meskipun dia berada dalam kesulitan hidup, kemalangan-kemalangan
hidup, tetapi doa menyatukannya dengan rahmat Kristus yang mengubah dan
mengantarnya masuk dalam satu persekutuan dengan diriNya. Bagi Theresia Avilla,
doa menjadi medan perjumpaan antara kemalangan dan rahmat Allah. Doa menjadi
pintu gerbang yang mempertemukan manusia dengan Tuhan. Lebih lagi Theresia
Avilla mengatakan, “I say only that
prayer is the gateway of the immense favours the Lord has granted me. When it
is closed I don’t know how he can grant them. Even though he may wish to find
delight in a soul and cheris it, wanting it alone, pure and desirous of
receiving his favours, he does not alwaysfind the way into it” (Autobiography
8.9).
Kesatuan manusia dengan Allah dan sesama menjadi
karakteristik seorang pendoa. Sebab melalui doa, kita membuka akses perjumpaan
dan pengenalan terhadap Kristus. Perjumpaan dengan Yesus yang hadir dalam rupa
manusia, yang menderita, dan
mati untuk menebus dosa manusia dan menghadirkan keselamatan untuk kita semua.
Pengenalan kita terhadap Kristus dapat terbangun
melalui kebiasaan-kebiasaan kita dalam mengakrabi diriNya. Inilah usaha manusia
untuk senantiasa mendekatiNya. Iman berarti mendekat - mengakrabi Allah yang
hadir secara personal dalam pengalaman. Iman berarti usaha manusia yang
mengikatkan diri dengan Allah yang dipercaya, sebab melalui kedekatan bahkan
kesatuan denganNya, kita mengalami keselamatan daripadaNya. Kita dipanggil
untuk senantiasa bersatu dalam diriNya, agar Allahpun tinggal dalam hati kita,
“Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia”
(1 Kor 6:17).
Kita dipanggil untuk
bersatu dengan diriNya dalam suatu pola hidup doa yang terbatinkan dan
termanifestasikan dalam hidup praktis. Doa merupakan medan perjumpaan personal
kita dengan Allah yang hadir melalui Yesus Kristus PutraNya, dan berkat karunia
Roh Kudus kita dimampukan untuk mengenali dan mengakrabiNya.
No comments:
Post a Comment