Wednesday, August 21, 2013

PRAYER


 say only that prayer is the gateway of the immense favours the Lord has granted me -Theresia Avilla-


Sejak saat itu aku berdoa
Guliran manik-manik rosario mengalir ritmis di tangannya yang halus. Posisi duduknya terkadang bersila di atas kursi panjang. Matanya terpejam dengan tenang. Ia tekun mengunjungi Bunda Maria yang memangku Putranya (Pieta), dengan tiga lilin menyala. Apa yang ia lakukan di sana? Berdoa.
Hampir setiap hari ia berada di situ selama setengah sampai satu jam untuk berdoa. Ia sangat percaya dengan kekuatan doa. Pada suatu ketika dia bercerita, “Aku pernah mengalami peristiwa hidup yang sangat berat. Seluruh hati, budi, dan pikirku tak pernah merasa damai dengan persoalan yang aku alami. Aku berontak pada Tuhan, Mengapa kisah sedih ini menimpa diriku?” demikian ia mengawali kisahnya sembari meneteskan air mata.
Ia melanjutkan kisahnya, “Hingga pada suatu hari aku bertemu seorang pendoa. Ia menegurku melalui sapaan kasih yang membuatku terhenyak dan terjaga dari tidur panjang kesedihanku. Ia mengatakan, “Untuk apa berkutat dengan kesedihan. Berdoalah, mintalah kekuatan padaNya, serahkan semua beban berat itu kepadaNya”. Sejak saat itu, setiap kali ada persoalan ataupun tidak, aku selalu lari kepada Tuhan. Aku mohon kekuatanNya. Doa adalah caraku berkomunikasi denganNya. Aku meluangkan waktu setiap hari, aku berdoa padaNya, melalui devosi Bunda Maria (Rosario) dan Bapa kami. Dengan berdoa, aku menimba kekuatan dariNya. Dengan berdoa aku dikuatkanNya. Melalui doa, aku menyerahkan hidupku padaNya.


Mengapa Kita Berdoa?
Pertanyaan yang sederhana namun tidak selalu sederhana menjawabnya, “Mengapa kita berdoa?”. Acapkali kita tidak mempunyai alasan tepat mengapa berdoa. Secara spontan biasanya kita menjawab: berdoa karena ada kebutuhan, berdoa sekedar ungkapan perasaan (isi hati), atau berdoa menjadi suatu keharusan. Herannya, kita tidak hanya dibingungkan tentang mengapa kita berdoa, melainkan apa tujuan kita berdoa pun kerapkali ambigu? Alhasil, berdoa sekedar formalitas, berdoa sekedar mendaraskan mantra yang tidak berarti apa-apa.
Berdoa adalah aktivitas personal berkomunikasi dengan Tuhan. Aktivitas personal ini membutuhkan ruang dan suasana yang kondusif agar komunikasi personal dapat berlangsung baik. Selebihnya, berdoa dapat dikatakan bersifat sosial bila doa ditempatkan dalam konteks hidup bersama (komunitas) seperti terlihat dalam gerakan kelompok-kelompok doa yang berkembang dalam gereja.
Pendidikan doa idealnya bertumbuh sejak ada dalam  keluarga. Bagaimana orangtua mendidik dan mengajari anak berdoa sesuai dengan imannya. Pendidikan dan pendampingan iman anak merupakan kewajiban orangtua kristiani. Ingatlah janji perkawinan yang telah diucapkan. Dalam janji itu, pasangan menyatakan janjinya untuk mendidik anak-anak mereka secara kristiani. Salah satu bentuk pendidikan dan pendampingan orangtua terhadap anak adalah pendampingan hidup rohani anak. Setidaknya orangtua mengenalkan  iman kristiani kepada anak-anak, misalnya hidup doa, hidup beribadat, ajaran gereja, dan lain sebagainya. Keluarga adalah Gereja Kecil di mana pendidikan anak berlangsung di dalamnya. Ada sebuah kisah yang pernah kualami. Dalam suatu misa, seorang ibu bersama dengan anaknya -masih kecil- mengikuti misa minggu. Ibu itu menggandeng dan menempatkan anaknya tepat di sampingnya. Ia membimbing anaknya membuat tanda salib, mengingatkan anaknya untuk tidak ramai di dalam gereja, dan mengajarinya berdoa.
Ada banyak motivasi seseorang berdoa. Saya merenungkan beberapa motivasi ini. Pertama, berdoa karena kebutuhan. Seseorang berdoa sejauh ada intensi /ujub. Entah ujub pekerjaan, pacar, kekayaan, lulus ujian, dll. Kedua, berdoa karena keharusan. Seseorang berdoa karena terikat dengan aturan-aturan tertentu. Berdoa belum menjadi suatu kesadaran personal. Misalnya : ada pertanyaan “Mengapa kamu pergi ke gereja dan berdoa di sana?”. Jawab, “Ya karena saya katolik maka saya berdoa di gereja, atau saya takut berdosa, takut dimarahi romo, dll”. Ketiga, berdoa karena kerinduan. Kerinduan yang dimaksud adalah semacam suasana dan ruang personal, dimana seseorang menemukan kepuasan rohani yang mendalam saat berkomunikasi dengan Tuhan. Berdoa menjadi jalan komunikasi batin dengan Tuhan. Seseorang rela mengosongkan diri dan membiarkan dirinya diisi oleh Tuhan.
Bagi orang-orang pragmatis bisa muncul pertanyaan, “Apa keuntungan berdoa?”. Mungkin kita tidak akan langsung merasakan buah dari doa. Doa bukanlah medan pemuas kebutuhan atau keharusan untuk mendapat sanjungan dan pujian dari orang lain. Buah-buah doa kerap dirumuskan dalam suasana batin yang damai, tentra, perasaan hati yang diteguhkan, tenang dan lain sebagainya.
Saya mengutip Cathecese Traedende yang mengatakan berdoa merupakan suatu kehidupan dari hidup yang baru. Kehidupan baru itu harus mewarnai hidup kita setiap saat (lih. CT. 2697). Selain itu kita juga diajak untuk tekun berdoa, “Some are daily, such as morning and evening prayer, grace before and after meals, the Liturgy of the Hours. Sundays, centered on the Eucharist, are kept holy primarily by prayer. The cycle of the liturgical year and its great feasts are also basic rhythms of the Christian's life of prayer (CT. 2698).
The Lord leads all persons by paths and in ways pleasing to him, and each believer responds according to his heart's resolve and the personal expressions of his prayer. However, Christian Tradition has retained three major expressions of prayer: vocal meditative, and contemplative. They have one basic trait in common: composure of heart. This vigilance in keeping the Word and dwelling in the presence of God makes these three expressions intense times in the life of prayer (CT. 2699).
Melalui doa kita digerakkan mengikuti peziarahan iman kita menuju kepadaNya. Kita diundang menjadi dekat dengan Yesus yang selalu mengajari kita berdoa kepada Bapa.

Berdoa adalah menciptakan kesatuan
antara diri dengan Allah  dan Sesama
Bagaimana kita, sebagai orang Kristiani, memberikan kesaksian Injili serta mewartakannya kepada semakin banyak orang? Apakah kita mampu melakukan tugas semacam itu?. Tentu jelas jawabnya bahwa kita akan diteguhkan dalam melakukan tuags-tugas itu. Dengan catatan kecil, kita tetap setia bertekun menimba dan menggali semangat dari Yesus. Kita menumbuhkan suatu harmoni yang selaras dengan semangat Yesus sendiri dalam memberikan kesaksian dalam hidup sehari-hari.
Kita berkarya sebagaimana Allah berkarya dalam kehidupan manusia. Pertanyaan dasar mengapa kita berdoa kiranya dapat diteguhkan melalui kesaksian Santa Theresia Avilla yang menemukan pengalaman doanya sebagai suatu jalan penting menemukan kekuatan rahmat Allah dalam hidupnya. Meskipun dia berada dalam kesulitan hidup, kemalangan-kemalangan hidup, tetapi doa menyatukannya dengan rahmat Kristus yang mengubah dan mengantarnya masuk dalam satu persekutuan dengan diriNya. Bagi Theresia Avilla, doa menjadi medan perjumpaan antara kemalangan dan rahmat Allah. Doa menjadi pintu gerbang yang mempertemukan manusia dengan Tuhan. Lebih lagi Theresia Avilla mengatakan, “I say only that prayer is the gateway of the immense favours the Lord has granted me. When it is closed I don’t know how he can grant them. Even though he may wish to find delight in a soul and cheris it, wanting it alone, pure and desirous of receiving his favours, he does not alwaysfind the way into it” (Autobiography 8.9).
Kesatuan manusia dengan Allah dan sesama menjadi karakteristik seorang pendoa. Sebab melalui doa, kita membuka akses perjumpaan dan pengenalan terhadap Kristus. Perjumpaan dengan Yesus yang hadir dalam rupa manusia, yang menderita, dan mati untuk menebus dosa manusia dan menghadirkan keselamatan untuk kita semua.
Pengenalan kita terhadap Kristus dapat terbangun melalui kebiasaan-kebiasaan kita dalam mengakrabi diriNya. Inilah usaha manusia untuk senantiasa mendekatiNya. Iman berarti mendekat - mengakrabi Allah yang hadir secara personal dalam pengalaman. Iman berarti usaha manusia yang mengikatkan diri dengan Allah yang dipercaya, sebab melalui kedekatan bahkan kesatuan denganNya, kita mengalami keselamatan daripadaNya. Kita dipanggil untuk senantiasa bersatu dalam diriNya, agar Allahpun tinggal dalam hati kita, “Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia” (1 Kor 6:17).
Kita dipanggil untuk bersatu dengan diriNya dalam suatu pola hidup doa yang terbatinkan dan termanifestasikan dalam hidup praktis. Doa merupakan medan perjumpaan personal kita dengan Allah yang hadir melalui Yesus Kristus PutraNya, dan berkat karunia Roh Kudus kita dimampukan untuk mengenali dan mengakrabiNya.

No comments:

Post a Comment