Rasanya baru sebentar memejamkan mata,
berkas-berkas sinar matahari pagi telah berhasil membangunkan kami dr
mimpi....(bangun lantas mandi).
Pulau Berlayar |
Berdiri di tengah-tengah Pulau Pasir |
Pulau Lengkuas
Keindahan laut dgn air yg jernih dan
pulau yg cantik membuat kami smakin menyadari kebesaran Sang Pencipta.
Kesempatan snorkeling yg dilakukan para romo dan frater merupakan moment khusus
mencecap dan menikmati cinta Allah melalui ciptaan. Memang tdk smua romo ikut snorkeling
sebab ada yg tetap berada di atas perahu mengamati mrka yg snorkeling atau ada
yg memberi roti pd ikan2 yg berkerumun di skitaran perahu...waooww cantik,
indah..pokoke apik. Bahkan mereka (para snorkeler....mbuh apa istilahe )
berenang ke tepian menuju Pulau Lengkuas. Dan yg lain tetap naik perahu menuju
Pulau Lengkuas. Di pulau ini ada satu mercusuar tinggalan Belanda yang dibuat
thn 1882 an. Konon dibalik pendirian mercusuar ini ada kisah2 ritual korban yg
dibuat oleh orang Belanda. Di Pulau ini pula kami menghabiskan waktu hingga
tengah hari utk berenang.
Pulau Burung
Makan siang di Pulau Burung |
Inilah kisah kami selama setengah hari
ini ('kita ber-ekopastoral", kata mo Sumanto) Setidaknya kami bisa
mencecap sekaligus mengasup kekayaan cinta yg Allah berikan kpd kmi melalui
dunia. Kami sadar bhwa kami adl ciptaan. Kami adl bagian komunitas kehidupan.
Sebab pusat kehidupan tak ada dlm diri kami yg terkadang merasa "di
atas" ciptaan lainnya sebab kami ada di tengah-tengah komunitas kehidupan.
Sejenak sebelum istirahat siang kami bermenung akan kekinian kmi yg kian masuk ke
dlm relasi dgn Allah yg hidup. Allah yg masuk dlm dunia penuh rahmat pd segenap
ciptaan dgn sepenuh Cinta...to be continued..
Di sini ada sejarah, antropologi,
teologi
Rrrriiingg...pukul 16.00 pr romo dan
frater tlah bersiap utk ke kota Belitung. Sore ini kami mendatangi toko oleh2
khas Belitung utk sekedar membeli buah tangan bagi anggota komunitas, rekan dan
karyawan, maupun keluarga. Ini bentuk cinta kami kpd orang2 di dekat
kami....Mari berbagi..
Kunjungan pastoral di Paroki Regina Pacis yang ditemui oleh Rm. Hans |
Paroki RP masuk di dlm wilayah Keuskupan
Pangkalpinang dengan jumlah imam disosesan sebanyak 60 imam (luwih akeh sithik
dr KP). Bahkan baru setahun ini keuskupan membuka seminari menengah sbg tempat
pendidikan awal calon imam...(KP akan menyusul...)
"Kisah perjumpaan yg
mencerahkan"
Jangan pernah lupakan sejarah !! Kiranya
tepat utk membuka kisah ini sebab sejak mula kami berjumpa dgn rm. Hans, beliau
bnyak bercerita ttg sejarah umat dan masyarakat Belitung (mo Suraji tampak tak
asing dgn rm Hans-jumpa komisi). Dan berkat perjumpaan ini pertanyaan
eksistensial ttg situasi penduduk, tiadanya angkotan, serta jarangnya orang2 di
sekitaran rmah (sepanjang jalan yg sepi) yg muncul dlm hati beberapa romo bisa
TERJAWAB. Apa jawabnya, ada di bawah ini....
Paroki Regina Pacis berdiri di tanah
aset Perusahaan Timah (dulunyaa...). Th 80 an perusahaan tambang timah alami
penurunan hasil (bangkrut). Mereka mengurangi usaha tambang dengan mem-PHK
banyak pekerja tanpa menjual aset-aset perusahaan mereka di tanah Belitung.
Alhasil selang waktu krisis muncullah perusahaan2 liar. Rm. Hans bercerita
bahwa sejarah mengisahkan kota Belitung sebagai kota tambang timah. Tak heran
apabila banyak penduduk Belitung bekerja sebagai pekerja tambang timah. Tak ada
kebiasaan berkebun, tak ada kebiasaan mbengkel, tak ada kebiasaan
belajar...pokoke sakabehe kerja nambang timah. Ini yg membuat kota Belitung
sepi, tiada angkotan, tiada kebiasaan berkebun.....Perjumpaan antar pribadi
(interaksi sosial) hanya terjadi di warung kopi. Demikian kota Belitung
berkembang menjadi kota industri tambang timah dgn mayoritas penduduk bekerja
sbg buruhnya.
Mengapa mereka lebih suka bekerja sbg
pekerja tambang? Tak lain tak bukan karna penghasilan yg lebih menjanjikan.
Harga timah 1 Kg bisa sampai 100 rb. Selain harga yg 'waoow', sekali menambang
mereka bisa mendapat timah itu sndiri, kualin, kuarsa, dan pasir...(Ini Double
bahkan fourple effect...hehe). Keuntungan ini yg membuat mreka tertutup dgn
peluang2 kerja lain. Mereka terpaku pada satu bidang kerja saja (lah buat apa
brkebun, mbengkel klo nambang aja untungnya lebih besar)
Warung Kopi sbg warung kelas sosial
Perbedaan status sosial sedmikian
kentara di dlm kehidupan penduduk Belitung. Dapat dilihat dari status
kepemilikan modal, kawasan kota Belitung terbagi dalam 3 bagian, yaitu kawasan
kaya (pemodal), kawasan pekerja, kawasan sawang. Mereka yg tinggal di kawasan
Sawang adl penduduk asli Belitung (suku asli). Nama tempat mereka tinggal adl
Hulu sebrang (terkait dgn kebiasaan yg mereka lakukan yi menyebrangkan
orang...).
Pemilahan kawasan itu kian mengabadikan
adanya perbedaan status sosial di antara mereka. Mencoloknya perbedaan kelas
dpt dilihat dr adanya warung kopi pekerja (buruh) dan warung kopi kelas
menengah- atas. Di tempat inilah interaksi sosial terjadi, dan kelas sosial
kian kentara. Kebiasaan makan dan minum di warung kopi ini pula yg memperkuat
tiadanya tradisi makan bersama dlm kluarga (mreka udah harus kerja). Tetapi
tenang, kini sudah ada warung kopi yg bisa didatangi siapa saja tanpa memandang
kelas...ini sebuah perubahan...(Mau mencobaaa...)
Benih perubahan berkat 'pendatang'
Masyarakat Belitung sendiri kebanyakan
bersuku melayu dgn mayoritas penduduknya beragama muslim. Agama-agama lain yg
berkembang bnyak dibawa oleh pendatang (Katolik-Kristen, Budha, Kong Hu Cu) dan
kehidupan mreka sedikit bnyak mempengaruhi pola hidup penduduk asli. Kehadiran
orang2 Tionghoa misalnya, awalnya mereka didatangkan oleh perusahan2 timah utk
memenuhi kebutuhan kerja di perusahannya: akuntan, tukang service, mbengkel,
dll dan mereka beragama katolik, Budha atau Kong Hu Cu.
Ada Pelangi di Belitung
Menanti senja |
Setelah berkunjung ke paroki RP usai,
kami melanjutkan acara makan mallam di restauran Dinasti. Lalu kmbali ke Lor-In
untuk preparasi acara esok hari ke Bangka dan istirahat......zzzzzzz....
Kami memujiMu ya Allahku. Segala
kemuliaan bagi keagunganMu di atas muka bumi.....Thanks God
No comments:
Post a Comment