Monday, August 5, 2013

“Menangkap” Allah yang penuh cinta dalam alam ciptaan

Second day

Rasanya baru sebentar memejamkan mata, berkas-berkas sinar matahari pagi telah berhasil membangunkan kami dr mimpi....(bangun lantas mandi).

Pulau Berlayar
Acara hari kedua di Belitung kami buka dgn Ekaristi di alam terbuka. Inilah suatu perayaan kesatuan antara ciptaan (mnusia dan alam) dgn Sang Pencipta. "Mari mensyukuri rahmat Allah kepada kita melalui orang2 dan alam ciptaan yg bs kita nikmati...", demikan ajakan mo Sumanto sbg asupan rohani utk bekal sehari ini. Sesudah ekaristi, kami langsung sarapan. Lor-In menyediakan menu nasi goreng dan roti. Oleh karena setengah hri ini akan diisi dgn keliling pulau dan snorkeling (selam permukaan), para romo sarapan dgn lahap (menu nasi goreng dan menu roti ludes..."katanya sbg persiapan renang-snorkeling haha").

Berdiri di tengah-tengah Pulau Pasir
Tepat pukul 08.00 kami telah bersiap2 utk keliling pulau siap dgn senjata renang dan snorkel. Kurang lebih 5 menit dr penginapan, kami telah sampai di tempat penyeberangan. Kami menyeberang naik perahu. Pulau pertama yg kami singgahi adlh Pulau Berlayar yg berpasir putih. Di sebut Pulau Berlayar karena ada dua batu besar menjulang tinggi yg menyimbolkan persaingan antara kedua batu berlayar. Mata kami membelalak dan teriakan...."waaaoooww....." menjadi luapan kekaguman kami pd Allah atas ciptaanNya yg super indah....Tidak berlama2 di pulau ini, kami lanjutkan perjalanan ke Pulau Pasir. Pulau Pasir terlihat sperti gundukan pasir putih di tengah lautan luas. Luasnya tak seberapa di banding Pulau Berlayar. Ketika kami menjejakkan kaki di atas pulau ini, kami kembali terpukau, "bahkan mo Puryatno sempat membuat peta lokasi Keuskupan Purwokerto di pulau ini...di sini KP. Sementara romo lain berdecak tanpa kata (sebab hanya tetdengar ckckckc). Setelah puas di Pulau Pasir (mo deddy menyebutnya Pulau Mini), kmi lanjutkan perjalanan menuju Pulau Lengkuas.
Menikmati keindahan dasar laut

Pulau Lengkuas
Keindahan laut dgn air yg jernih dan pulau yg cantik membuat kami smakin menyadari kebesaran Sang Pencipta. Kesempatan snorkeling yg dilakukan para romo dan frater merupakan moment khusus mencecap dan menikmati cinta Allah melalui ciptaan. Memang tdk smua romo ikut snorkeling sebab ada yg tetap berada di atas perahu mengamati mrka yg snorkeling atau ada yg memberi roti pd ikan2 yg berkerumun di skitaran perahu...waooww cantik, indah..pokoke apik. Bahkan mereka (para snorkeler....mbuh apa istilahe ) berenang ke tepian menuju Pulau Lengkuas. Dan yg lain tetap naik perahu menuju Pulau Lengkuas. Di pulau ini ada satu mercusuar tinggalan Belanda yang dibuat thn 1882 an. Konon dibalik pendirian mercusuar ini ada kisah2 ritual korban yg dibuat oleh orang Belanda. Di Pulau ini pula kami menghabiskan waktu hingga tengah hari utk berenang.

Pulau Burung
Makan siang di Pulau Burung
Setelah cukup, perjalanan dilanjutkan ke Pulau Burung. Bekal makan siang yg tlah disiapkan oleh Pak Herman kami santap di Pulau Burung ini. Adapun Pulau Burung memiliki area cukup luas. Di dlmnya ada beberapa rumah bambu yg jarang ditempati (mungkin hanya ditempati utk waktu2 ttt). Meski bgitu pulau ini tetap menghadirkan kekaguman di hati kmi. Kurang lebih pukul 11.45 an kami meninggalkan Pulau Burung utk kmbali ke penginapan. Waktu tempuh dr Pulau Burung ke penginapan 35 menitan. Sesampai di penginapan kami istirahat...

Inilah kisah kami selama setengah hari ini ('kita ber-ekopastoral", kata mo Sumanto) Setidaknya kami bisa mencecap sekaligus mengasup kekayaan cinta yg Allah berikan kpd kmi melalui dunia. Kami sadar bhwa kami adl ciptaan. Kami adl bagian komunitas kehidupan. Sebab pusat kehidupan tak ada dlm diri kami yg terkadang merasa "di atas" ciptaan lainnya sebab kami ada di tengah-tengah komunitas kehidupan. Sejenak sebelum istirahat siang kami bermenung akan kekinian kmi yg kian masuk ke dlm relasi dgn Allah yg hidup. Allah yg masuk dlm dunia penuh rahmat pd segenap ciptaan dgn sepenuh Cinta...to be continued..


Di sini ada sejarah, antropologi, teologi

Rrrriiingg...pukul 16.00 pr romo dan frater tlah bersiap utk ke kota Belitung. Sore ini kami mendatangi toko oleh2 khas Belitung utk sekedar membeli buah tangan bagi anggota komunitas, rekan dan karyawan, maupun keluarga. Ini bentuk cinta kami kpd orang2 di dekat kami....Mari berbagi..

Kunjungan pastoral di Paroki Regina Pacis yang ditemui oleh Rm. Hans
Sesudah puas mondar-mandir di toko oleh2, kami berkunjung ke Paroki Regina Pacis Tanjung Pandan-Belitung. Inilah satu-satunya Gereja Katolik di kota Belitung. Ada dua imam yg brkarya di paroki ini, salah satunya adl Rm. Hans, Pr yg kebetulan ada di rumah dan menerima kedatangan kami. Gereja Regina Pacis memiliki 3 stasi dgn jumlah umat sekitar 1.200 jiwa (mo Suraji bilang ora adoh karo Banjarnegara hehe). Paroki ini berdiri tahun 1951 an.

Paroki RP masuk di dlm wilayah Keuskupan Pangkalpinang dengan jumlah imam disosesan sebanyak 60 imam (luwih akeh sithik dr KP). Bahkan baru setahun ini keuskupan membuka seminari menengah sbg tempat pendidikan awal calon imam...(KP akan menyusul...)

"Kisah perjumpaan yg mencerahkan"

Jangan pernah lupakan sejarah !! Kiranya tepat utk membuka kisah ini sebab sejak mula kami berjumpa dgn rm. Hans, beliau bnyak bercerita ttg sejarah umat dan masyarakat Belitung (mo Suraji tampak tak asing dgn rm Hans-jumpa komisi). Dan berkat perjumpaan ini pertanyaan eksistensial ttg situasi penduduk, tiadanya angkotan, serta jarangnya orang2 di sekitaran rmah (sepanjang jalan yg sepi) yg muncul dlm hati beberapa romo bisa TERJAWAB. Apa jawabnya, ada di bawah ini....

Paroki Regina Pacis berdiri di tanah aset Perusahaan Timah (dulunyaa...). Th 80 an perusahaan tambang timah alami penurunan hasil (bangkrut). Mereka mengurangi usaha tambang dengan mem-PHK banyak pekerja tanpa menjual aset-aset perusahaan mereka di tanah Belitung. Alhasil selang waktu krisis muncullah perusahaan2 liar. Rm. Hans bercerita bahwa sejarah mengisahkan kota Belitung sebagai kota tambang timah. Tak heran apabila banyak penduduk Belitung bekerja sebagai pekerja tambang timah. Tak ada kebiasaan berkebun, tak ada kebiasaan mbengkel, tak ada kebiasaan belajar...pokoke sakabehe kerja nambang timah. Ini yg membuat kota Belitung sepi, tiada angkotan, tiada kebiasaan berkebun.....Perjumpaan antar pribadi (interaksi sosial) hanya terjadi di warung kopi. Demikian kota Belitung berkembang menjadi kota industri tambang timah dgn mayoritas penduduk bekerja sbg buruhnya.

Mengapa mereka lebih suka bekerja sbg pekerja tambang? Tak lain tak bukan karna penghasilan yg lebih menjanjikan. Harga timah 1 Kg bisa sampai 100 rb. Selain harga yg 'waoow', sekali menambang mereka bisa mendapat timah itu sndiri, kualin, kuarsa, dan pasir...(Ini Double bahkan fourple effect...hehe). Keuntungan ini yg membuat mreka tertutup dgn peluang2 kerja lain. Mereka terpaku pada satu bidang kerja saja (lah buat apa brkebun, mbengkel klo nambang aja untungnya lebih besar)

Warung Kopi sbg warung kelas sosial

Perbedaan status sosial sedmikian kentara di dlm kehidupan penduduk Belitung. Dapat dilihat dari status kepemilikan modal, kawasan kota Belitung terbagi dalam 3 bagian, yaitu kawasan kaya (pemodal), kawasan pekerja, kawasan sawang. Mereka yg tinggal di kawasan Sawang adl penduduk asli Belitung (suku asli). Nama tempat mereka tinggal adl Hulu sebrang (terkait dgn kebiasaan yg mereka lakukan yi menyebrangkan orang...).

Pemilahan kawasan itu kian mengabadikan adanya perbedaan status sosial di antara mereka. Mencoloknya perbedaan kelas dpt dilihat dr adanya warung kopi pekerja (buruh) dan warung kopi kelas menengah- atas. Di tempat inilah interaksi sosial terjadi, dan kelas sosial kian kentara. Kebiasaan makan dan minum di warung kopi ini pula yg memperkuat tiadanya tradisi makan bersama dlm kluarga (mreka udah harus kerja). Tetapi tenang, kini sudah ada warung kopi yg bisa didatangi siapa saja tanpa memandang kelas...ini sebuah perubahan...(Mau mencobaaa...)

Benih perubahan berkat 'pendatang'

Masyarakat Belitung sendiri kebanyakan bersuku melayu dgn mayoritas penduduknya beragama muslim. Agama-agama lain yg berkembang bnyak dibawa oleh pendatang (Katolik-Kristen, Budha, Kong Hu Cu) dan kehidupan mreka sedikit bnyak mempengaruhi pola hidup penduduk asli. Kehadiran orang2 Tionghoa misalnya, awalnya mereka didatangkan oleh perusahan2 timah utk memenuhi kebutuhan kerja di perusahannya: akuntan, tukang service, mbengkel, dll dan mereka beragama katolik, Budha atau Kong Hu Cu.

Ada Pelangi di Belitung

Menanti senja
Geliat hidup sosial ekonomi masyarakat Belitung kian terpicu melalui kemunculan Laskar Pelangi -Andrea Hirata- yg menampilkan eksotisnya alam Belitung. Orang mulai terbuka mata dan hatinya bahwa kerja tak hanya menjadi buruh, pekerja tapi juga jasa dan dagang. Ada pelangi di bumi Belitung. Setidaknya masyarakat mengalami pengubahan cara pandang maupun cara kerja ykni dari pekerja tambang menjadi pekerja jasa. Sejak Laskar Pelangi muncul tanah Belitung kian dikenal masyarakat luas karena keindahan alamnya. Inilah pelangi di kota Belitung. Keindahan yg lama tersembunyi dan kini mulai menampakkan diri di setiap hati.

Setelah berkunjung ke paroki RP usai, kami melanjutkan acara makan mallam di restauran Dinasti. Lalu kmbali ke Lor-In untuk preparasi acara esok hari ke Bangka dan istirahat......zzzzzzz....

Kami memujiMu ya Allahku. Segala kemuliaan bagi keagunganMu di atas muka bumi.....Thanks God

No comments:

Post a Comment