Monday, August 12, 2013

Just do it!!! God will open your way…



Dalam keheningan malam ini ya Tuhan, aku ingin sejenak berdiam diri bersamaMu. Sedikit mengendapkan perjalananku sepanjang waktu ini dari pagi hingga malam yang perlahan merangkak larut. Sebentar kuingat Rabindranath Tagore menuliskan kata-kata ini sebelum ia berdoa:

Aku mau sendiri
Perkenankanlah aku duduk sekejap di sini,
Kerja yang sedang kulakukan
Biarlah nanti kuselesaikan, Sekarang tiba waktunya
Untuk duduk bersemadi,
Mata berpandang mata dengan Dikau
serta menyanyikan lagu rahmat kehidupan
Dalam waktu senggang sunyi,
dan melimpah banyak ini

Aku membatinkan sejenak tulisan ini, kubiarkan ia menggema lembut di dalam hatiku, perlahan dan kubiarkan kesadaranku tetap terjaga. Kubuka hatiku lebar-lebar, kubiarkan Dia sendiri yang datang dan mengajakku berbincang dalam kedamaian hati yang sengaja telah kusiapkan.
Dalam keheningan malam ini, aku ingin membagikan kisahku tentang sebuah perjalanan hidup. Perjalanan yang tidak selalu mulus tapi butuh ketegasan untuk terus menapakinya. Aku menggunakan kisah ini sebagai caraku berbincang dengan hatimu masing-masing, sebab aku percaya sebuah kisah adalah jarak terdekat antara manusia dan kebenaran. Dan aku ingin membagikan kedekatan dan kebenaran itu denganmu.
Kisah itu bermula dari perjumpaan sederhana antara aku dan dirinya. Aku mengenalnya sebagai seorang wanita yang dewasa, cantik dan menarik. Saat itu kami bertukar nama, nomor dan kami menjadi dekat. Dia sering bercerita tentang hari-harinya, kebahagiaan, bahkan kesedihannya, demikian pula aku. Bahkan terkadang kami bertengkar, entah karena capek, penat, atau cemburu. Dan salah satu pihak harus menjelaskan, sejelas-jelasnya.
Sepanjang pertemanan kami, tanpa sadar akupun menikmatinya. Saat ia getir ia mengirimkan pesan untukku, “Dalam kehidupan yang kubutuhkan hanyalah cinta dan perhatian. Apakah tidak ada cukup waktu untuk itu, tidak adakah cinta yang lebih daripada sekedar bekerja lalu makan dan minum, tidak adakah cinta yang lebih daripada sekedar hidup bersama? Manusia diciptakan karena cinta. Tanpa cinta manusia tidak bisa hidup. Cinta mendasari kehidupan kita semua. Cinta menempati posisi teratas dalam hidup, karena cinta membuat orang hidup bahagia”.  Aku merenungkan kata-kata itu, apa maksudnya?. Dan tak kunjung kutemukan jawabnya.
Pertemanan kami masih berjalan. Namun pada satu ketika, aku merasa bimbang. Ketika aku harus mengambil keputusan antara cinta dan pelayanan. Perlahan kami mulai mengambil jarak, kendati tidak selalu mudah aku melakukannya. Dalam hatiku bergumam, “Aku harus mengambil keputusan sebelum hatiku atau hatinya terluka semakin dalam”.
Singkatnya, aku mengakhiri hubungan dekatku dengannya. Aku memilih pelayanan sebagai jalan hidupku, yaitu menjadi imam. Awalnya terasa sakit. Namun aku bahagia bisa mengambil keputusan ini dengan hati yang perlahan menjadi damai, sebagaimana dia bahagia dan damai menerima keputusanku menjadi seorang pelayan. Kutahu perasaan itu saat ia menuliskan pesan, “Perjuangkan masa depan untuk kehidupanmu, semua ada di tanganmu bukan orang lain. Tunjukkan pada dunia bahwa kamu adalah orang yang terbaik dan maksimal mampu mengisi bagiannya dalam pelayanan untuk Tuhan”.
Kisahku ini sekedar camilan sederhana di waktu malam. Memang tidak mudah mengambil sebuah keputusan, apalagi keputusan itu mempengaruhi masa depan. Namun dengan keberanian untuk terluka, aku yakin bahwa kebahagiaan akan datang. Saudaraku pernah menuliskan begini, “Pilihan berat tapi sekaligus kemenanganmu, brother! Mungkin sekarang saatnya membuka lembaran hidup yang baru, terarah ke depan, Step by Step, melangkah dengan MANTAP !!!

Memilih dengan sadar
“Setiap pilihan hidup sepatutnya dijalani, tapi lebih baik menjalaninya dengan penuh KESADARAN…Just do it!!! God will open your way…..”. Ungkapan ini mengandung makna yang tidak sederhana. Dasar suatu pilihan adalah kesadaran. Hidup ditempatkan pada suatu pilihan-pilihan, dan kita diajak untuk memilih dari sekian pilihan itu.
Dalam konteks panggilan, kita mengenal panggilan umum dan panggilan khusus. Panggilan khusus dialamatkan kepada mereka yang menanggapi panggilan Tuhan dengan menjadi seorang rohaniwan/wati. Panggilan sebagai seorang rohaniwan/wati merupakan satu tawaran yang diberikan Tuhan dalam hati setiap orang. Siapapun bisa mengalami panggilan ini, tanpa kecuali. Dan kita bebas dalam menanggapinya. Ia tidak pernah memaksakan siapapun menjawab tawaranNya. Setiap pribadi diundang pada kesadaran akan panggilan hidupnya. Dengan harapan kita bisa bertekun dan setia menghidupi pilihan itu.


Berkembang berkat perjumpaan
Penghayatan hidup panggilan terus bergejolak dan bertumbuh manakala mengalami perjumpaan dengan semakin banyak orang. Perjumpaan-perjumpaan itu memberikan peneguhan, kekuatan sebagai proses pemurnian panggilan. Meski tidak jarang perjumpaan melahirkan kegelisahan yang memikat seseorang untuk berefleksi lebih dalam. Disposisi batin seperti ini biasa kita kenal dengan pengalaman krisis. Pengalaman krisis bukan peristiwa yang harus dihindari atau ditolak. Pengalaman krisis menjadi saat mengolah dan mengendapkan diri di hadapan Tuhan. Pengalaman krisis menjadi kesempatan kita menggali kesungguhan kita dalam menghidupi keputusan.

Pengalaman krisis bukan peristiwa yang harus dihindari atau ditolak. Pengalaman krisis menjadi saat mengolah dan mengendapkan diri di hadapan Tuhan.
Pengalaman krisis menjadi kesempatan kita menggali kesungguhan kita dalam menghidupi keputusan.

Penghayatan imamat terus berkembang selaras dengan dinamika perjumpaan umat. Perjumpaan-perjumpaan itu mewarnai dan membentuk gambaran imamat pribadi, yang ditempatkan dalam gambaran imamat Kristus yang ideal sekaligus harapan-harapan umat terhadap pribadi seorang imam. Tidak jarang, ada benturan di dalamnya. Benturan antara idealisme pribadi tentang imamat dan idealisme umat terhadap imamat seorang imam. Saat inilah aku mengalami pemurnian-pemurnian yang menjernihkan semangat imamatku sebagai calon imam dan imam.
Aku sebagai seorang calon imam terus memurnikannya. Satu pertanyaan yang selalu mengingatkanku, “Untuk apa atau mengapa menjadi imam?”. Dalam Kitab Imamat aku menemukan panggilan pada kekudusan adalah keintiman dengan Tuhan, cinta tanpa pamrih terhadap gereja dan jiwa-jiwa. Panggilan imamat yang tengah kuhidupi merupakan panggilan terhadap kekudusan itu, sebagaimana mengalir dari sakramen imamat (Im 19:2, PDV 33). Dalam penghayatan inilah seorang imam, dan aku sebagai calon imam, diangkat oleh Tuhan untuk menjumpai, mengenal dan mencintai Kristus dalam pelayananNya dan senantiasa mengusahakan keselarasan dengan diriNya.
Akhirnya, imamat menjadi suatu proses mencinta. Bagaimana aku terus-menerus mencintai Yesus Kristus dan berusaha selalu mengidentikkan diri dengan-Nya. Segala sesuatu yang kuperbuat adalah seperti yang Yesus perbuat. Dengan cara inilah hidup Kristus sungguh hadir kepada umat sehingga keselamatan dari Allah dialami semua orang. Inilah gema imamat yang hidup bahwa imamat adalah proses mencinta, dan pengindetikkan diri pada Yesus Kristus Sang Gembala utama.

Komitmen adalah pintu kesetiaan
Just do it !!! God will open your way membuka ruang dan kesempatan yang luas bagi kita dalam mengembangkan diri dalam keputusan yang kupilih. Apapun yang kuputuskan adalah baik adanya, jika keputusan yang kupilih sungguh mengarahkan diri pada Tuhan. Tantangannya, Bagaimana komitmen itu dihidupi dengan penuh kesadaran? Bagaimana setia terhadap keputusan?.
Tentu saja komitmen bukan terutama pada bagaimana mengadakan, membuat, menciptakan, melainkan bagaimana menepatinya. Sejauh pengalamanku, tidak mudah kita setia pada janji, menepati janji, dan tidak gampang kita menepati komitmen yang telah kita buat. Meski demikian, aku percaya bahwa komitmen mestinya menjadi awal dari kesetiaan yang siap diperjuangkan. Seseorang yang berani menyatakan komitmen berarti berani setia terhadap komitmen.
Komitmen yang kita buat ibarat pintu. Sekali kita melewati pintu itu, kita telah memasuki ruang baru, yakni kesetiaan. Seseorang yang mengambil keputusan berarti telah menginjak ranah komitmen tertentu. Misalnya keputusanku dalam memilih pelayanan sebagai cara hidup. Melalui keputusan itu, aku telah membuat komitmen tertentu.
Komitmen menyangkut waktu yang lampau dan yang akan datang. Komitmen membingkai gerak hidup seseorang dalam menjalani keputusan. Dan kesetiaan berhubungan dengan kekinian, masa kini. Bagaimana komitmen itu teruji dapat dilihat dari kesetiannya dalam menghidupi keputusan. Apa yang telah dan sedang dibuat adalah wujud kesetiaan terhadap komitmen hidup. Dan kesetiaan mengajak kita untuk tidak menjadi mandeg terhadap komitmen. Setia berarti bertekun dengan komitmen, duc in altum dengan hidup yang kita lakoni.

No comments:

Post a Comment