Monday, August 5, 2013

TOP



(Tahun Orientasi Pastoral)


Tiba giliranku dipanggil.
“Fr. Tri Kusuma menjalani tahun orientasi pastoral di Paroki Tegal”
“Horree….”, sontak suara tepuk tangan dan sorak sorai memeriahkan suasana kapel St. Paulus pagi itu. Tetapi tidak bagiku. Saat mendengar pengumuman itu aku merasa kaget. Mataku melotot, hatiku seperti shock tidak percaya dengan apa yang baru kudengar.
“Aku tugas pastoral di Paroki Tegal??” tanda tanya masih terbesit dalam hati sembari kuterima ucapan selamat dari para romo dan teman-temanku. Kendati hatiku masih diselimut rasa tidak percaya, sempat terbesit keyakinan dan kepastian untuk tetap menjalankan perutusan dengan sukacita dan sungguh-sungguh. Ya, mungkin aku butuh waktu untuk menerima keputusan itu.
“Selamat ya..selamat…”
“Wah di Torsa-kan (Torsa: Tahun Orientasi Rohani Santo Agustinus) kie, haha…,” ucap seorang frater meledekku.
Sesudah misa pelantikan lektor dan akolit serta perutusan tahun orinteasi pastoral itu selesai, suasana komunitas kami menjadi sangat hangat. Beberapa frater dari Keuskupan Purwokerto pun kaget dengan tugas perutusanku ini. Setidaknya baru tahun ini ada frater TOPer praja di Paroki MSC Tegal.
Belum dingin pembicaraan komunitas seputar perutusan tahun pastoral, tiba-tiba ada seseorang berbisik kepadaku.
“Bener Tri, kamu tugas pastoral di Tegal?”
“Iya, betul. Romo rektor tadi menyebutkannya dengan jelas dan banyak teman yang mendengarnya kok,” aku menjadi sedikit ragu.
“Coba kamu tanyakan kembali kepada Rm. Parjono, atau kepada Bapa Uskup. Apakah benar kamu tugas pastoral di Tegal!”
“Oh… begitu,” aku jadi agak bingung.
Ketoke kamu tahun pastoral di Paroki St. Petrus Pekalongan.”
“Ha…Pekalongan?”, aku semakin terkejut setelah mendengar kata Pekalongan. Bagaimana tidak kaget. Bagiku Pekalongan bukanlah kota yang asing, apalagi orang-orangnya pernah kujumpai. Dan kakakku pernah menjalani tahun orientasi pastoral di sana.  
“Masa sich,” aku sungguh tidak percaya. Maka dengan semangat empat lima aku menuliskan email kepada Bapa Uskup dan Rm. Parjono mengenai tempat pastoralku. Keesokan harinya, satu hari setelah misa perutusan pastoral itu. Aku mendapat jawabannya.
“Fr. Tri, berdasarkan rapat kuria. Per 15 Juli 2008 s/d 15 Julil 2009, Frater Tri menjalani Tahun Orientasi Pastoral di Paroki St. Petrus Pekalongan”
“……huft!!” aku menghela nafas panjang.
“Aku tugas di Pekalongan.”
Ketakutanku kini menjadi kenyataan.



“Mengapa aku tugas di sana?”, dalam hati berkata demikian. Terus terang aku sedikit ragu berpastoral di sana. Kakakku pernah tugas pastoral di sana, dan pasti beberapa umat masih mengingat dirinya. Bayang-bayang kakakku untuk sementara menjadi ketakutanku saat aku masuk dan tinggal bersama umat di Pekalongan. Tetapi apa boleh buat. Inilah tugas yang harus kuemban. Aku harus belajar berpastoral di Paroki St. Petrus Pekalongan, dan aku harus menjalankannya dengan baik.

Ite misa est
 “Pergilah, kita diutus…..”. Inilah yang mengingatkanku sebagai seorang pribadi yang dipanggil olehNya dan harus siap untuk diutus olehNya. Kemanapun aku diutus, aku harus pergi. Rasanya semangat “siap sedia” dan kerendahan hati harus menjadi keutamaan yang diperjuangkan. Apalagi hidup sebagai seorang pelayan Tuhan yang hidup dalam suatu komunitas tertentu.
Keutamaan inilah yang hendak kuperjuangkan. Aku belajar menerima dan melaksanakan perutusan itu dengan baik. Kendati perutusan itu tidak selalu berkenan di hati.
Apa yang harus kupersiapkan dan apa yang harus kulakukan di dalam menjalankan perutusan itu? Hal paling dasar yang harus kupegang adalah bagaimana hidupku meneladan hidup Kristus sendiri. Bagaimana menjadikan Dia sumber dan tujuan dari hidup dan karyaku di medan karya. Kesediaan untuk menjawab panggilanNya, tinggal bersamaNya, dan menjadi akrab denganNya harus disertai dengan kesiapsediaan menjalankan perutusan dariNya dan mewartakan diriNya ke seluruh dunia.
Semangat ini terangkum dalam motto angkatan kami, “Pray, Live, and love the Gospel”. Motto yang selalu mengingatkan dan menyemangati kami dalam menjalankan perutusan kami di tempat medan karya. Tugas dan tanggung jawab kami yang paling utama adalah untuk berdoa dari Sabda, menghidupi Sabda serta mencintai SabdaNya. Yesus, yang hadir dalam Sabda-lah yang harus kami wartakan bukan kami sendiri.
Semoga tidak sekedar menjadi slogan manis yang menyisakan kenangan tanpa makna, namun dapat kuhidupi dalam hidup sehari-hari. Semoga Tuhan membantuku.     

No comments:

Post a Comment