Thursday, June 13, 2013

Pada Suatu Perjalanan



Dalam keheningan malam ini ya Tuhan, aku ingin sejenak berdiam diri bersamaMu. Sedikit mengendapkan perjalananku sepanjang waktu ini dari pagi hingga malam yang perlahan merangkak larut. Sebentar kuingat seorang Rabridranat Tagore menuliskan kata-kata ini sebelum ia berdoa….

Aku mau sendiri
Perkenankanlah aku duduk sekejap di sini, Kerja yang sedang kulakukan
Biarlah nanti kuselesaikan, Sekarang tiba waktunya
Untuk duduk bersemadi, Mata berpandang mata dengan Dikau
serta menyanyikan lagu rahmat kehidupan
Dalam waktu senggang sunyi, dan melimpah banyak ini

Aku membatinkan sejenak tulisan ini, kubiarkan ia menggema lembut di dalam hatiku, perlahan dan kubiarkan kesadaranku tetap terjaga. Ku buka hatiku lebar-lebar, kubiarkan Dia sendiri yang datang dan mengajakku berbincang dalam kedamaian hati yang sengaja telah kusiapkan.
Dalam keheningan malam ini, aku ingin membagikan kisahku tentang sebuah perjalanan hidup. Perjalanan yang tidak selalu mulus tapi butuh ketegasan untuk terus menapakinya. Aku menggunakan kisah ini sebagai caraku berbincang dengan hatimu masing-masing, sebab aku percaya sebuah kisah adalah jarak terdekat antara manusia dan kebenaran. Dan aku ingin membagikan kedekatan dan kebenaran itu denganmu.
Kisah itu bermula dari perjumpaan sederhana antara aku dan dirinya. Hehe… lucu, aku sendiri merasa lucu kalau mengingatnya.  Aku mengenalnya sebagai seorang gadis yang lugu, cantik dan menarik. Saat itu kami bertukar alamat rumah, kami mulai saling berkirim surat dan tanpa terasa melalui surat-surat itu, kami menjadi dekat. Dia sering bercerita tentang hari-harinya, kebahagiaan, bahkan kesedihannya, demikian pula aku. Bahkan terkadang kami bertengkar, entah karena cape, penat, atau cemburu. Dan salah satu pihak harus menjelaskan, sejelas-jelasnya.
Sepanjang pertemanan kami, tanpa sadar akupun menikmatinya. Dalam salah satu surat, saat ia merasa getir, yang ia kirimkan untukku dia menuliskan begini, “Dalam kehidupan yang kubutuhkan hanyalah cinta dan perhatian. Apakah tidak ada cukup waktu untuk itu, tidak adakah cinta yang lebih daripada sekedar bekerja lalu makan dan minum, tidak adakah cinta yang lebih daripada sekedar hidup bersama? Manusia diciptakan karena cinta. Tanpa cinta manusia tidak bisa hidup. Cinta mendasari kehidupan kita semua. Cinta menempati posisi teratas dalam hidup, karena cinta membuat orang hidup bahagia”. Aku merenungkan kata-kata itu, apa maksudnya?. Pertemanan kami masih berjalan. Namun pada satu ketika, aku merasa bimbang. Ketika aku harus mengambil keputusan antara cinta dan pelayanan. Aku mulai mengambil jarak, entah mengapa hati tidak nyaman. Dalam hatiku bergumam, aku harus mengambil keputusan, sebelum hatiku atau hatinya terluka semakin dalam.
Singkatnya, aku mengakhiri hubungan dekatku dengannya. Aku memilih pelayanan sebagai jalan hidupku, yaitu menjadi imam. Aku bahagia bisa mengambil keputusan ini dengan hati yang damai dan bahagia, seperti dirinya pun bahagia menerima keputusanku untuk menjadi seorang pelayan. Kutahu itu saat ia menuliskan pesan untukku “perjuangkan masa depan untuk kehidupanmu, semua ada di tanganmu bukan orang lain. Tunjukan pada dunia bahwa kamu adalah orang yang terbaik dan maksimal mampu mengisi bagiannya dalam pelayanan untuk Tuhan”.
Kisahku ini sekedar camilan untuk kita renungkan. Mungkin tidak mudah untuk mengambil sebuah keputusan, apalagi keputusan tersebut menjadi penentu masa depan. Tapi dengan keberanian untuk terluka, yakinlah bahwa kebahagiaan akan datang. Saudaraku pernah menuliskan begini, “Pilihan berat tapi sekaligus kemenanganmu, brother! Mungkin sekarang saatnya membuka lembaran hidup yang baru, terarah ke depan, Step by Step, melangkah dengan MANTAP !!!.

No comments:

Post a Comment