![](http://1.bp.blogspot.com/-fxUuAREoB9M/UbsDLoOTdwI/AAAAAAAAACc/SF2MNLLKtKY/s320/220px-Seint_Edith_Stein.jpg)
Tak Mau Kenal Tuhan
Kisah hidup Edith Stein tidaklah sederhana. Jalan hidupnya penuh liku terlebih dinamika imannya. Ia pernah menjadi seorang Yahudi bahkan pernah memutuskan untuk menjadi seorang ateis. Dalam otobiografinya ia menulis, "Di sini saya dengan sadar sungguh-sungguh dan atas kemauan sendiri berhenti berdoa". Masa gelap hidupnya ia lewati dengan bergelut dalam studi. Ia mempelajari psikologi maupun filsafat. Dalam masa-masa studi itu, khususnya saat mengikuti pengajaran Scheler, ia berkata: "Itu merupakan sentuhan pertama dengan dunia ini yang sampai saat ini sama sekali tidak saya kenal. Dunia ini belum membawa saya kepada iman akan tetapi di hadapanku terbuka gejala yang tidak saya lewati begitu saja seolah-olah tidak saya lihat".
Perjumpaan iman
Perjumpaan selalu menyisakan kenangan dalam diri seseorang, baik kenangan indah, pahit, maupun kenangan iman yang meneguhkan. Inilah yang dialami oleh Edith Stein dalam salah satu fase hidupnya. Perjumpaannya dengan pasangan pasutri Reinach memperdalam pengalaman imannya. Ketika suaminya, Adolf Reinach, meninggal dalam perang. Edith cemas bahwa istrinya, Reinach, akan mengalami kehancuran selepas ditinggal oleh suaminya. Namun, Reinach tidaklah demikian. Ia justru begitu kuat dan semakin beriman. Edith berkata, "Ini merupakan perjumpaan pertama dengan salib dan kekuatan ilahi yang diberikan kepada mereka yang bersedia memikulnya. Untuk pertama kali saya melihat Gereja yang dilahirkan dari penderitaan Sang Penebus. Di sini dengan jelas saya melihat kemenangan Gereja atas malaikat kematian. Pada saat inilah ketidakpercayaan saya runtuh beserta keyahudianku dan Kristus datang bercahaya di depanku: KRistus dalam misteri Salib".
![](http://4.bp.blogspot.com/-vJo3FX2J20w/UbsDLks-hrI/AAAAAAAAACg/SZEHn7aN9hQ/s320/kloster_maria_vom_frieden011.jpg)
Kehidupan imannya kian mendalam, yang ia lukiskan dalam gambaran pendakian gunung, namun sekaligus menekankan bahwa ia masih selalu berada di kaki gunung. Hal ini bukan saja ungkapan kerendahan hati, melainkan sekaligus juga pengalaman berada di dasar, pengalaman akan kedalaman, akan pusat, dan akan batin.
Santa Teresia Benedicta dari Salib
Ia memahami salib sebagai nasib umat Allah, yang pada waktu itu sudah mulai kentara. Mereka yang memahami salib Kristus, mereka harus memikul salib itu atas nama semua orang
Inspired by Hendrik P
taken from otobiografi Edith Stein
No comments:
Post a Comment