“Tidak sehelai pun dari
rambut kepalamu akan hilang. Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh
hidupmu.” (Luk 21:16-19)
“Hidup kadang-kadang senang, kadang-kadang sedih. Usia
remaja terkebiri oleh rasa tanggungjawab hidup di negeri orang. Gejolak hati
selalu menghantui, terutama pada saat ingin bertemu keluarga. Pulang ke kota
asal tak punya uang. Wah, jadi seperti budak majikan. Hidup terasa sangat
berat.” Penggalan kisah ini bisa menjadi inspirasi rohani kita sebagai orang
beriman dalam menghadapi situasi-situasi sulit di dalam kehidupan. Acapkali
kita menjadi lebih mudah berkeluh kesah dan berputus asa ketika menghadapi
kesulitan dan persoalan hidup. Hidup ekonomi yang tidak berubah dari waktu ke
waktu, “Oh halah Gusti, Gusti, deneng uripe inyong kaya kiye bae ya. Urip
ora tau ngrasakena kepenak. Motor ora duwe, tv ora duwe, duit nggo tuku madhang
be ora nduwe...semprul. Masa inyong kudu utang-utang terus”. Pengalaman
sakit yang tidak kunjung sembuh membuat kita berputus asa, “Apakah aku orang
yang sangat berdosa. Apakah Tuhan tidak mencintaiku?”.
Litani kekecewaan keluar dari hati dan bibir kita ketika
persoalan-persoalan hidup yang kita alami tidak selesai. Ketika berbagai macam
usaha yang telah kita buat tidak mendatangkan hasil apa-apa, sia-sia. Peristiwa
ini kerap mendatangkan krisis iman, “Tuhan tidak peduli”. Pernah ada seorang
ibu mengatakan, “Untuk apa aku berdoa toh sama saja. Aku tetap sakit
kanker.” Pengalaman krisis ini membuat seseorang meragukan Tuhan.
Di dalam setiap peristiwa hidup kita dipanggil untuk
percaya kepada Tuhan, kendati itu berat. Salah satu kutipan yang rasa saya
sangat meneguhkan adalah apa yang dikatakan Paulus kepada jemaat di Roma.
Sebagai orang beriman, kita senantiasa berbalik kepada Tuhan sebab kita percaya
kepadaNya. Kepercayaan itulah yang akan mendatangkan kedamaian terlebih saat
kita mengalami situasi sulit, "Kita tahu bahwa penderitaan membuat orang menjadi tekun, dan ketekunan akan membuat orang tahan uji; inilah yang menimbulkan pengharapan. Harapan yang seperti ini tidak mengecewakan kita, sebab hati kita sudah dipenuhi oleh Allah dengan kasihNya. Allah melakukannya dengan perantaraan Roh-Nya yang diberikan kepada kita." Inilah kekuatan kita sebagai orang beriman. Krisis iman yang disebabkan karena penderitaan, kesulitan hidup seharusnya tidak membuat kita berjarak dengan Tuhan. Justru melalui pengalaman itu kita dibimbing untuk menemukan rahmat-rahmat Allah yang terkadang tersembunyi dan melaluinya kita semakin didewasakan.
Atas segala pengalaman hidup yang kita alami, Tuhan senantiasa peduli terhadap kita sebab Ia mencintai kita. Kita bisa merenungkannya dari pengalaman Yesus yang tersalib, yang rela menderita bagi semua orang, merupakan pengalaman nyata di mana cinta senantiasa diberikanNya agar kita mengalami keselamatan di dalam diriNya.
Atas segala pengalaman hidup yang kita alami, Tuhan senantiasa peduli terhadap kita sebab Ia mencintai kita. Kita bisa merenungkannya dari pengalaman Yesus yang tersalib, yang rela menderita bagi semua orang, merupakan pengalaman nyata di mana cinta senantiasa diberikanNya agar kita mengalami keselamatan di dalam diriNya.
Apa yang dikatakan Paulus kepada jemaat di Roma
bisa kita refleksikan bahwa harus ada keterlibatan dinamis kedua pihak, yakni
bahwa hidup dan usaha manusia tidak mungkin dipisahkan dari kehendak dan usaha
Allah (rahmat). Allah
telah terlibat dalam sejarah dan telah memanggil manusia supaya ikut
berjerih-payah bagi keselamatan semua orang, maka dengan kepercayaan dasar dan
usaha, orang memberikan jawaban pada Allah.
dok.internet |
Dalam Yesus, Allah telah melibatkan diri dengan hidup dan sejarah manusia, “sebab Ia
mengutus Putera-Nya, yakni Sabda kekal, supaya tinggal di tengah umat manusia,
dan menyelesaikan karya penyelamatan. Yesus menjadi senasib dengan manusia berdosa dan malang, dan manusia
dapat menjadi senasib dengan Yesus Kristus oleh Allah diselamatkan dan
selanjutnya dapat ikut serta menikmati keselamatan itu. Inilah kepedulian Tuhan
kepada kita. Kepedulian itu hadir bagi Kristus dengan menerima kemanusiaan sepenuhnya, senasib
dengan manusia (Flp 2:1-11). Allah menjadi senasib dengan manusia, Allah
membiarkan diri dibatasi oleh situasi konkret manusia, jerih payah hidup, penderitaan
dll. Jurgen Moltmann
membahasakan keterlibatan Allah dalam hidup manusia itu dengan bentuk Allah
yang peduli (Allah yang pathos). Para nabi merefleksikan bahwa Allah adalah Allah yang peduli, (dalam
konteks Israel) Allah yang peduli (pathos) terhadap bangsa Israel (situation of God).
Melalui pathos, Allah memperhatikan dan masuk secara mendalam ke dalam situasi umat yang Ia
pilih. Dengan demikian, pengalaman, tindakan dan penderitaan umat-Nya mempengaruhi Allah. Kasih Allah itu bukan melulu batiniah semata,
tetapi terwujud dalam tindakan konkret dalam keterlibatan-Nya dengan
penderitaan umat-Nya.
Oleh karena itu sebagai orang beriman, apa pun yang kita
buat mestinya dikerjakan di dalam Kristus. Orang mengikat diri pada Kristus dan
pada saat yang sama mengharapkan keselamatan dari Allah lewat Kristus. Inilah
tanda orang yang beriman. Melalui iman, orang akan senantiasa menemukan
pengharapan. Harapan merupakan pertahanan akhir, ketika iman sudah mati dan
cinta sudah tidak ada lagi. Satu-satunya yang tidak dapat dihilangkan adalah
harapan yang datang dari Allah. Maka, benar apa yang dikatakan oleh Theresia
dari Lyseux, “Jika engkau rela dengan penuh cinta menanggung penderitaan yang
tidak menyenangkan dirimu sendiri, di situlah engkau akan menjadi tempat
tinggal Yesus yang menyenangkan”. Tetaplah bertahan, kamu akan memperoleh
hidupmu.
No comments:
Post a Comment