Keluarga
merupakan tempat munculnya permasalahan dan penyelesaiannya. Tidak ada keluarga
yang tidak menghadapi permasalahan hidup. Seringkali permasalahan muncul secara
tidak terduga. Misalnya, hubungan suami istri, masalah yang dihadapi anak
belasan tahun, dan masalah ekonomi, demikian definisi keluarga menurut buku Is there a family in the house. Teori
itu dapat kita temukan nyata dalam kehidupan kita sehari-hari. Ada banyak
masalah yang terjadi di dalam keluarga. Dalam relasi suami-istri maupun anak,
kurangnya sikap ke-saling-an dalam komunikasi, penghargaan, perhatian, menerima,
keterbukaan, dan lain sebagainya. Dalam bidang ekonomi bersangkuterat dengan
kesejahteraan: kecukupan sandang, pangan dan papan. Masalah keturunan pun dapat
memicu permasalahan keluarga yang berdampak pada lunturnya kesetiaan.
Keluarga-keluarga
kerap menemukan masalah, tetapi ditantang untuk menemukan penyelesaian di
dalamnya. Ini merupakan suatu tantangan bagi keluarga-keluarga agar dapat
mempertanggungjawabkan pilihan hidup dengan baik. Tantangan yang sekarang muncul
adalah begitu mudahnya kata “cerai” dilontarkan sebagai penyelesaian persoalan
di dalam keluarga. Kita dapat menarik refleksi ini dari salah satu media yang
kerap kita nikmati, yaitu media elektronik televisi. Setiap hari
stasiun-stasiun televisi tidak pernah alpa menayangkan acara infotainment meliputi gaya hidup artis sampai
kehidupan pribadi dan keluarganya yang sangat personal. Kita dapat melihat
kasus kekerasan rumah tangga, pelecehan seksual, perselingkuhan, bahkan
perceraian yang dialami oleh mereka maupun public
figur lainnya. Kita bisa dengan mudah menyebut artis-artis yang sudah dan
tengah menjalani proses perceraian. Seolah perceraian dianggap sebagai pilihan tepat
untuk mengatasi persoalan dalam keluarga. Ada pasangan yang sudah menikah
sekian tahun lamanya, harus berakhir pada perceraian, bahkan mereka yang baru seumur jagung menikah dengan mudah memutuskan
cerai. Reaksi spontan kita, mungkin terkesan menghakimi, “Artis kok doyane kawin cerai”. Tetapi, apakah fenomena pelecehan,
perselingkuhan, perceraian hanya terjadi pada para artis? Tidak!
Peristiwa
kawin cerai kini menjadi fenomena biasa yang terjadi dalam kehidupan kita. Jika
sudah tidak ada kecocokan, berarti cerai. “Kalo
istri atau suami ngga mau diatur, cerai saja!”, Ketika ada perselingkuhan,
cerai adalah jalan keluar. Apakah perkawinan (hidup berkeluarga) hanya cukup
dipandang dan dimaknai sesederhana itu? Bukankah perkawinan dan hidup
berkeluarga merupakan suatu panggilan hidup dimana kesakralan perkawinan itu ada dan harus dijaga?
Paus
Yohanes Paulus II dalam Amanat Apostolik Familiaris
Consortio berisi tentang Peranan Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern
mengajak seluruh keluarga kristiani untuk tetap setia berpegang pada
nilai-nilai yang merupakan dasar landasan lembaga keluarga. Perkawinan dan
keluarga merupakan salah satu nilai manusiawi yang paling berharga dimana
misteri perkawinan dan keluarga tak pernah habis digali berkat keadaan,
pertanyaan, kecemasan serta harapan yang diberikan Allah di dalamnya.
Gereja
memberikan terang dalam situasi gelap yang dihadapi oleh keluarga-keluarga
kristiani jaman ini. Jalan terang yang ditawarkan adalah bagaimana keluarga memaknai
kembali hakikat perkawinannya. Paus Yohanes Paulus II mengatakan, “Dalam perkawinan dan dalam keluarga
terjalinlah serangkaian hubungan antarpribadi-hidup sebagai suami-istri, hidup
sebagai ayah dan ibu, hidup sebagai anak dan sebagai saudara, dan melalui
hubungan itu setiap pribadi manusia dibawa masuk ke dalam “keluarga manusia”
dan ke dalam “keluarga Allah”, yakni Gereja.” Pertama, Keluarga manusia. Setiap pribadi diajak untuk menghayati
realitas persatuan dengan setia satu sama lain. Asas batiniah yang menjadi
kekuatan dan tujuan akhirnya adalah cinta kasih, “Tanpa cinta kasih keluarga
bukanlah persekutuan pribadi-pribadi dan tanpa cinta kasih keluarga tidak dapat
hidup, tumbuh, dan menyempurnakan diri sebagai persekutuan pribadi.” (FC. 18)
Penghayatan cinta kasih tidak selalu mudah untuk diterapkan dalam kehidupan. Kita
diharap mampu mengukur dan memaknai cinta kasih berdasar ukuran cinta Allah
kepada kita, tak terbatas. Ini merupakan usaha kita terus-menerus. Kita diharap
membangun keluarga sebagai komunitas kasih sehingga keluarga menjadi tempat
yang nyaman bagi seluruh anggotanya. Selain itu, keluarga yang bertumbuh
sebagai komunitas kasih mampu mengembangkan buah-buah Roh di dalam kehidupan, “kasih,
sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan
diri serta pengampunan “ (Gal 5:22-23).
Kedua, Keluarga
Allah. Keluarga Kristiani berakar dan mengambil kekuatan, dan dihidupkan oleh
Tuhan dan dipanggil serta dilibatkan ke dalam dialog denganNya melalui
sakramen-sakramen, persembahan hidup dan doa. Dengan demikian keluarga
dipanggil untuk dikuduskan dan menguduskan persekutuan gerejani dan dunia.
Keluarga tidak hanya menjadi persekutuan manusiawi, tetapi persekutuan ilahi.
Allah hadir di dalam keluarga melalui peran dan tugas setiap anggotanya.
Salah satu model keluarga kristiani yang ideal dapat kita temukan dalam
kehidupan Keluarga Kudus Nazaret. Siapakah Keluarga Kudus Nazaret? Mereka
adalah Yesus, Maria dan Yosef. Keluarga Kudus Nazaret menjadi patron (model) hidup keluarga-keluarga
kristiani. Kudus berarti bertindak sesuai dengan kehendak Allah. Mereka menjadi
keluarga kudus karena berkenan kepada Allah. Maria dan Yusuf merupakan pribadi
yang setia satu sama lain. Mereka menghayati kebersamaan keluarga yang saling
mengasihi. Mereka hidup sebagai keluarga yang taat dengan tata aturan agama.
Mereka setia beribadah. Mereka tumbuh sebagai keluarga yang menyadari dan
menjalankan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik. Yusuf dan Maria pun mendidik iman dan mengenalkan Allah kepada anaknya
sejak dini. Yesus diajak ikut serta dalam perjalanan mereka ke Bait Allah di
Yerusalem.
Inilah harapan Gereja kepada keluarga-keluarga kristiani. Bagaimana keluarga-keluarga
kristiani hidup menurut kehendak Allah. Mereka menerima Yesus tinggal di
tengah-tengah mereka sehingga dikuduskan olehNya. Keluarga tetap setia membangun
persekutuan kasih antara suami dan istri. Cinta kasih menjadi benteng iman menghadapi
tantangan di dalam keluarga. Akhirnya keluarga diutus
menjaga, menyatakan, dan menyampaikan cinta kasih kepada anggotanya
maupun mereka yang ada di sekitarnya.
Untuk menutup renungan ini, ada sebuah kisah inspiratif dari film berjudul
“The Vow” yang diangkat dari pengalaman nyata sebuah keluarga. Bagaimana persoalan
keluarga tidak menjadi alasan putusnya kasih dan cinta atau perceraian
melainkan kesempatan menguji ketulusan dan kesetiaan.
Mereka adalah Kim dan Krickitt Carpenter. Pada usia 10 minggu perkawinannya, sebuah kecelakaan mengerikan dialami keduanya. SEbuah truk menabrak mereka dari belakang. Kim penuh luka, tulang rusuk dan hidungnya patah, serta mengalami luka robek. Sementara Krickitt tak sadarkan diri dan luka pada kepala. Krickitt koma selama empat bulan. Saat tersadar dari komanya, dia tidak bisa mengingat apapun yang dialaminya selama dua tahun sebelum kecelakaan. Krickitt pun sama sekali tak mengenali suaminya, Kim.
"Aku tidak tahu apapun sampai aku bangun dari koma. Setelah empat bulan berlalu, aku sama sekali tak tahu di mana dan atau apa yang telah terjadi". Akibat kecelakaan itu, Krickitt lupa tentang banyak hal seperti bagaimana menggosok gigi, berpakaian dan berjalan bahkan lupa dengan Kim, suaminya. Peristiwa itu membuat Kim sedih. Namun ia tidak ingin larut dalam kesedihan itu sebab ia lebih bersyukur bahwa wanita yang dicintainya dalam keadaan selamat.
"Aku berpikir dia mungkin saja tidak akan pernah mengingatku. Bahkan dia tidak ingin melakukan apapun denganku. Aku tidak akan meninggalkannya sampai dia menatap mataku dengan sadar dan mengatkan kalau semuanya sudah berakhir. Sampai saat itu terjadi, aku tidak akan menyerah". Itulah yang dikatakan Kim. Demikian pula Krickitt, meski ia tidak memiliki perasaan cinta kepada Kim. Ia tidak menceraikannya.
"Aku sudah bersumpah di depan keluarga dan teman untuk tetap bersama dalam keadaan suka dan duka, sakit dan sehat.". Krickitt memutuskan untuk belajar mencintai Kim lagi meski ia membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mewujudkannya.
Semoga kita dapat menghayati dan menghidupi cinta di dalam keluarga dengan setia bahkan saat kita menghadapi persoalan berat sekalipun.
"Aku tidak tahu apapun sampai aku bangun dari koma. Setelah empat bulan berlalu, aku sama sekali tak tahu di mana dan atau apa yang telah terjadi". Akibat kecelakaan itu, Krickitt lupa tentang banyak hal seperti bagaimana menggosok gigi, berpakaian dan berjalan bahkan lupa dengan Kim, suaminya. Peristiwa itu membuat Kim sedih. Namun ia tidak ingin larut dalam kesedihan itu sebab ia lebih bersyukur bahwa wanita yang dicintainya dalam keadaan selamat.
"Aku berpikir dia mungkin saja tidak akan pernah mengingatku. Bahkan dia tidak ingin melakukan apapun denganku. Aku tidak akan meninggalkannya sampai dia menatap mataku dengan sadar dan mengatkan kalau semuanya sudah berakhir. Sampai saat itu terjadi, aku tidak akan menyerah". Itulah yang dikatakan Kim. Demikian pula Krickitt, meski ia tidak memiliki perasaan cinta kepada Kim. Ia tidak menceraikannya.
"Aku sudah bersumpah di depan keluarga dan teman untuk tetap bersama dalam keadaan suka dan duka, sakit dan sehat.". Krickitt memutuskan untuk belajar mencintai Kim lagi meski ia membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mewujudkannya.
Semoga kita dapat menghayati dan menghidupi cinta di dalam keluarga dengan setia bahkan saat kita menghadapi persoalan berat sekalipun.
dipublikasikan di dalam satelitpost
No comments:
Post a Comment